Kemajuan yang Berefek Samping

Jakarta sebagai kota Metropolitan tidaklah sebagus yang dapat dibayangkan. Kemajuan yang menghampiri Jakarta sebagai ibu kota negara ternyata menyisakan pula pelbagai persoalan hidup yang menyesakkan bagi masyarakatnya terutama rakyat “jelata”nya.
Persoalan yang paling menonjol yang “astinya” menjamu setiap pendatang kota Jakarta adalah macet. Persoalan ini ibaratnya makan pagi, siang, bahkan malamnya orangJakarta.
Rasio volume kendaraan dengan sarana jalan yang ada sudah tidak seimbang. Otomatis, kemacetan tak terelakkan lagi.
Bukan menyatakan diri lebih pintar, tetapi kenyataan dari persoalan ini adalah sebagai bukti ketidakberdayaan pemerintah kota maupun negara Indonesia yang “kebetulan” lokasinya di Jakarta dalam melakukan kesiapan dan penanganan untuk persoalan yang harus ditanggung sebagai kota yang maju.
Para pemimpin seyogyanya harus menyadari diri dan bisa melihat dengan jernih dan secara akal sehat akan persoalan ini. Jangan hanya mengedepankan “intention” pribadi/golongan. Karena sesungguhnya pelaksana pemerintah (baik kota/maupun skala nasional) pada hakikatnya adalah “pelayan” masyarakat. Dalam arti mereka yang “merelakan” diri menjadi pekerja pemerintah adalah “pelayan” masyarakat. Dan konsekuensinya mereka harus mengutamakan kepentingan para pemberi hak pengelolaan pemerintahan (rakyat) dan mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan.
Harapan penulis, pemerintah bisa berfungsi dan bertindak sebagai “pelayan” masyarakat yang sebenarnya. Mereka bukannya menjadi pemburu kekuasaan dan harta semata.